Salah satu raksasa otomotif asal Jepang mengumumkan langkah drastis setelah mengalami kerugian besar akibat penurunan penjualan global dan gangguan rantai pasok. Perusahaan tersebut kini bersiap untuk menutup beberapa pabrik utama dan memangkas sekitar 20.000 karyawan di berbagai negara.
Keputusan ini bukan tanpa alasan. Selama dua tahun terakhir, perusahaan menghadapi tantangan berat, mulai dari kelangkaan chip semikonduktor, lonjakan harga bahan baku, hingga melemahnya permintaan kendaraan di beberapa pasar utama. Manajemen perusahaan mengakui bahwa langkah efisiensi menjadi pilihan terakhir untuk menyelamatkan keuangan dan kelangsungan bisnis jangka panjang.
CEO perusahaan menyampaikan bahwa penutupan pabrik akan dimulai dari wilayah yang memiliki performa produksi rendah atau permintaan pasar yang spaceman menurun drastis. Selain itu, mereka juga merencanakan pengalihan sebagian besar lini produksi ke negara-negara dengan biaya operasional yang lebih rendah.
Sementara itu, para pekerja yang terdampak menyuarakan kekecewaan dan kekhawatiran atas keputusan mendadak ini. Serikat pekerja menuntut transparansi dan kompensasi yang layak bagi para korban PHK. Pemerintah setempat juga mengawasi situasi ini dengan ketat, karena efek domino dari PHK massal ini dapat mengganggu ekonomi lokal.
Meski demikian, pihak perusahaan menegaskan bahwa mereka tetap berkomitmen terhadap inovasi dan transisi ke mobil listrik sebagai bagian dari strategi jangka panjang. Mereka berharap efisiensi ini bisa membuka peluang restrukturisasi dan memulihkan stabilitas operasional di masa depan.