Serangan Drone di Ibu Kota Myanmar
marydilip.info – Myanmar mengalami peningkatan dramatis dalam konflik internalnya, ditandai dengan serangan drone ke fasilitas militer di Naypyidaw pada tanggal 4 April. Aksi ini melibatkan kelompok anti-junta yang memanfaatkan drone dalam upaya mengguncang stabilitas militer yang berkuasa.
Upaya Penggagalan Serangan oleh Militer
Media lokal melaporkan bahwa serangan, yang dianggap sebagai upaya terorisme oleh junta, gagal mencapai target strategis. Dalam penangkisannya, militer berhasil menjatuhkan 13 drone berisi eksplosif, mencegah kerugian nyawa dan kerusakan materi.
Klaim Pemerintah Persatuan Nasional
Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), suatu aliansi kelompok anti-junta yang terbentuk pasca-kudeta 2021, mengakui serangan terkoordinasi tersebut sebagai tindakan afiliasi bersenjata mereka, Pasukan Pertahanan Rakyat. Mereka bertujuan untuk melemahkan pegangan junta militer atas negara.
Pasukan Pertahanan Rakyat dan Serangan Drone
Pasukan Pertahanan Rakyat yang berbasis di Naypyidaw mengungkapkan bahwa serangan tersebut dilakukan oleh unit khusus mereka, termasuk Kloud Drone dan Lethal Weapon, di bawah komando NUG. Meskipun tidak ada rincian operasional yang dirilis, ada laporan awal yang menyebut kemungkinan adanya korban di pihak militer.
Komentar NUG Mengenai Serangan
Juru bicara NUG, Kyaw Zaw, menyatakan kepada AFP bahwa serangan tersebut merupakan sebuah kemajuan signifikan, menekankan keberhasilan dalam meningkatkan kemampuan serangan jarak jauh mereka. NUG berencana untuk meningkatkan frekuensi dan intensitas tindakan serupa di masa depan.
Tujuan Strategis NUG
NUG menjelaskan serangan itu sebagai langkah strategis untuk menantang junta yang saat ini menerapkan wajib militer dan menimbulkan rasa takut di kalangan sipil. Serangan ke Naypyidaw, pusat pemerintahan junta, dimaksudkan sebagai peringatan bahwa tidak ada tempat yang benar-benar aman dari jangkauan mereka.
Konteks Geopolitik Serangan
Naypyidaw, yang dibangun sebagai pusat kekuatan politik oleh junta sebelumnya, menjadi simbol pemerintahan militer dan kini menjadi sasaran dalam lingkup perang saudara yang melibatkan pemberontak etnis dan milisi sipil, serta militer Myanmar.
Tanggapan Internasional terhadap Junta
Komunitas internasional, terutama negara Barat, telah menyuarakan kecaman terhadap junta militer Myanmar karena pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan, termasuk penindasan brutal terhadap warga sipil.
Peristiwa ini merupakan titik krusial dalam konflik yang berkepanjangan di Myanmar, dengan penggunaan teknologi drone memperlihatkan evolusi taktik oleh kelompok perlawanan. Serangan ini dapat mengubah taktik militer junta dan kemungkinan akan menambah ketegangan dalam situasi yang sudah labil.