marydilip.info – Dalam suasana yang tegang setelah China melakukan latihan perang besar-besaran di dekat perairannya, Taiwan, melalui Presiden Lai Ching-te, mengungkapkan kesiapan untuk menjajaki kerja sama dengan China. Pernyataan ini disampaikan pada Minggu, 26 Mei 2024, hanya beberapa hari setelah latihan militer tersebut.
Presiden Lai menyatakan, “Kami berharap dapat membangun pemahaman bersama dengan China melalui perdagangan dan kerja sama, bergerak menuju kepentingan bersama, perdamaian dan kemakmuran bersama.” Kutipan ini diambil dari wawancara dengan Reuters, menunjukkan bukaan Taiwan untuk dialog meskipun ada ketegangan militer.
Lai juga menekankan bahwa tindakan militer China yang termasuk pengiriman puluhan jet tempur dan pesawat pengebom serta serangan tiruan tidak perlu dan mengganggu stabilitas di Selat Taiwan. Ia menambahkan bahwa kedua negara bertanggung jawab untuk menciptakan kondisi damai di kawasan.
Latihan militer China, yang dilakukan hanya beberapa hari setelah Lai menjabat sebagai presiden, dijelaskan oleh Beijing sebagai langkah untuk menguji kemampuan militernya dalam merebut kekuasaan dan melakukan serangan bersama. Latihan ini, yang diberi nama “Joint Sword – 2024A”, dilakukan selama dua hari di Selat Taiwan dan sekitarnya.
Menurut Juru Bicara Kementerian Pertahanan China, Wu Qian, latihan tersebut adalah langkah yang sah dan diperlukan untuk melawan apa yang mereka anggap sebagai arogansi “kemerdekaan Taiwan” dan untuk mencegah intervensi dari kekuatan eksternal. Namun, aksi ini telah mendapat kecaman dari Taiwan, yang menganggapnya sebagai tindakan provokatif yang meningkatkan ketegangan di kawasan.
Dengan situasi yang terus berkembang, komunitas internasional tetap waspada terhadap dampak dari kegiatan militer ini terhadap stabilitas regional dan hubungan lintas Selat Taiwan.